Sabtu, 26 Januari 2013

Makalah Stratifikasi Sosial

Stratifikasi Sosial
--> 
a.    Pengertian Stratifikasi Sosial
Secara etimologi stratifikasi sosial berasal dari dua kata yaitu stratifikasi dan sosial. Kata stratifikasi berasal dari bahasa latin yaitu stratum (jamaknya: strata)yang berarti lapisan atau tingkat masyarakat. Senada dengan pengertian tersebut, Tesaurus Bahasa Indonesia juga mengartikan stratifikasi sebagai pelapisan atau penjenjangan.
Kata sosial dalam Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary, berasal dari katasocial yang artinya concerning the organization of and relations between people and communities. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat.
Sedangkan secara terminologi, stratifikasi sosial artinya pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atas dasar kekuasaan, hak-hak istimewa dan prestise.
Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan dan prestise.
Sedangkan James W. Vander Zanden mendefinisikan, social stratification is a structured rangking of individuals and groups-their grading into horizontal layers or strata. Jadi, stratifikasi adalah struktur tingkat individu dan kelompok  yang digolongkan ke dalam lapisan-lapisan tertentu.
b.   Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat atau seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Ada dua tipe penyebab terjadinya stratifikasi sosial, pertama, terjadi dengan sendirinya, kedua, terjadi secara sengaja. Stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
Sedangkan stratifikasi sosial yang terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti: pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.
Beberapa kriteria yang menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial adalah sebagai berikut. 
1)   Ukuran kekayaan
Seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut dapat dilihat melalui ukuran rumah, mobil pribadi, cara berpakaian, dsb.
2)   Ukuran kekuasaan
Seseorang yang memiliki wewenang terbesar menempati lapisan paling atas. Misalnya saja presiden, menteri, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, hingga ketua RT.
3)   Ukuran kehormatan
Orang yang paling disegani dan dihormati biasanya mendapatkan tempat paling tinggi. Ukuran ini banyak dijumpai pada pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4)      Ukuran ilmu pengetahuan
Seseorang yang memiliki derajat pendidikan yang tinggi menempati posisi teratas dalam masyarakat. Misalnya, seorang sarjana lebih tinggi tingkatannya daripada seorang lulusan SMA. Akan tetapi, ukuran tersebut kadang menyebabkan terjadinya efek negatif karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuannya yang menjadi ukuran, melainkan ukuran gelar kesarjanaannya.
Ukuran-ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif. Masih banyak ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan stratifikasi sosial masyarakat.

c.    Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya, pelapisan sosial dibedakan  menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
1)   Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas (perpindahan) dari satu lapisan ke lapisan sosial yang lain. Dalam sistem ini, satu-satunya kemungkinan untuk masuk pada status tinggi dan terhormat dalam masyarakat adalah karena kelahiran atau keturunan.
Contoh:
-        Sistem kasta di India. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
-        Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.

2)   Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal.Setiap orang memiliki kesempatan berusaha untuk menaikkan, menurunkan, maupun menstabilkan statusnya.
Contoh:
-        Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
-        Seorang yang rendah tingkat pendidikannya dapat memperoleh pendidikanyang lebih tinggi dengan usaha yang gigih.

3)   Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

d.   Macam-macam Stratifikasi Sosial
Jeffris dan Ransford berpendapat bahwasanya stratifikasi sosial di dalam masyarakat terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1)      Hierarki Kelas (Class Hierarchies), yaitu stratifikasi yang didasarkan pada penguasaan barang atau jasa. Di Indonesia, masyarakat digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu kategori kaya, menengah, dan miskin. Hal tersebut mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). BPS selalu mengeluarkan batasan perbedaan pendapatan per kapita per tahun, dan dibedakan anatara wilayah pedesaan dengan perkotaan. Menurut BPS, kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun non makanan. Standar tersebut disebut dengan garis kemiskinan. Di Jawa Timur misalnya, pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin tercatat meningkat dari 19,53% (6,8 juta jiwa) menjadi 20,34% (7,1 juta jiwa).
2)      Hierarki Kekuasaan (Power Hierarchies), yaitu stratifikasi yang didasarkan pada kekuasaan seseorang dalam suatu masyarakat. Yang dimaksud engan kekuasaan adalah kemampuan untuk mepengaruhi individu-individu lain dan mepengaruhi pmbuatan keputusan kolektif. Menurut Gaetano Mosca, di dalam suatu masyarakat selalu terdapat dua kelas penduduk yaitu kelas yang menguasai dan kelas yang dikuasai. Kelas pertama yang jumlahnya selalu lebih kecil bertugas menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan tersebut. Sedangkan kelas kedua yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas yang pertama.
3)      Hierarki Status (Status Hierarchies), yaitu stratifikasi yang didasarkan pada pembagian kehormatan dan status sosial. Stratifikasi dalam bentuk ini membagi masyarakat ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok masyarakat yang disegani atau terhormat dan kelompok masyarakat biasa. Kelompok masyarakat yang menduduki posisi terhormat biasanya memiliki gaya hidup yang eksklusif. Biasanya diwujudkan dalam bentuk pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. Di lingkungan kerajaan yang berdarah biru lazimnya menganggap suatu hal yang menyimpang bila ada anggota keltarganya yang menikah dengan orang biasa. Di Inggris pernah terjadi polemik ketika Pangeran Charles yang mewarisi tahta kerajaan Inggris memilih menikah dengan Putri Diana yang berasal dari kalangan rakyat biasa.

e.    Unsur-unsur Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial terdiri dari dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur yang memiliki arti penting bagi sistem sosial.
1)   Kedudukan (Status)
Status sosial menurut Ralph Linton adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.
Ada tiga macam status sosial dalam masyarakat: 
a)    Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.Misalnya, kedudukan seorang anak bangsawan adalah bangsawan pula, seorang kasta Brahmana juga akan memperolah kedudukan yang sama. Contoh lainnya yaitu kedudukan laki-laki yang lebih tinggi daripada perempuan dalam suatu keluarga.
b)   Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat seseorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. Status pekerjaan, misalnya sebagai dokter, dosen, buruh, dll, sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat. Begitu juga dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuh seseorang. Seorang sarjana tentu dipandang lebih tinggi statusnya dari pada orang yang hanya lulus sekolah dasar. Hal itu merupakan hasil dari usaha keras yang telah dilakukannya.
c)    Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya. Dalam hal ini, kesalehan seseorang dalam beragama termasuk di dalamnya. Jika seseorang memiliki pengetahuan agama yang dalam, maka ia akan memiliki status yang lebih tinggi di masyarakat.

2)   Peranan (Role)
Sedangkan peran sosial merupakan aspek yang lebih dinamis dibandingkan dengan kedudukan. Status sosial merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peran lebih menjurus pada fungsi seseorang dalam masyarakat. Meskipun demikian, keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
Berdasarkan cara memperolehnya, peranan dibedakan menjadi dua, yaitu: 
a)    Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, ketua RT, dan sebagainya.
b)   Peranan pilihan (achieve roles), yaitu peranan yang diperoleh atas keputusannya sendiri, misalnya seseorang memutuskan untuk memilih Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Berdasarkan pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a)      Peranan yang diharapkan (expected roles), yaitu cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan tersebut dilaksanakan secernat-cermatnya dan tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang telah ditentukan. Misalnya, peranan hakim, diplomatik, dan sebagainya.
b)      Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan tersebut dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih dinamis, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.
Suatu peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena peran dapat berfungsi sebagai, pertama, memberi arah pada proses sosialisasi. Kedua, pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai, norma, dan pengetahuan. Ketiga, dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat. Keempat, menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

f.     Mobilitas Sosial
Dalam sosiologi, mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial. Menurut Haditono, yang dimaksud mobilitas sosial ialah perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari kedudukan satu ke kedudukan yang lain. Mobilitas vertikal mengacu pada mobilitas ke atas atau ke bawah dalam stratifikasi sosial. Contoh mengenai mobilitas sosial individu ialah perubahan status seseorang dari seorang tukang menjadi seorang dokter.
Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial secara vertikal dapat dilakukan melalui beberapa hal, yaitu angkatan bersenjata, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, organisasi politik, dan organisasi ekonomi.
Dalam keadaan perang di mana setiap negara menghendaki kemenangan maka jasa seorang prajurit akan dihargai dalam masyarakat. Bisa jadi status prajurit tersebut naik, bahkan memperoleh kekuasaan dan wewenang.
Melalui lembaga pendidikan seseorang dapat mengubah statusnya menjadi status yang lebih tinggi. Sedangkan melalui lembaga keagamaan, seseorang yang memiliki kedalaman agama dinilai lebih tinggi statusnya daripada yang tidak. Seseorang yang pandai berorganisasi dalam dunia politik dapat menaikkan statusnya melalui partisipasinya sebagai anggota DPR. Adapun melalui organisasi ekonomi, perusahaan barang maupun jasa memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menaikkan statusnya, karena organisasi ini sifatnya relatif terbuka.

g.    Pandangan tentang Stratifikasi Sosial
Ada dua pendapat mengenai pentingnya keberadaan stratifikasi sosial. Para penganut pendekatan fungsionalis biasanya menganggap bahwa stratifikasi sosial merupakan hal yang penting bagi kelangsungan sistem sosial. Hal tersebut bertolak belakang dengan penganut pendekatan konflik yang menyatakan bahwa timbulnya pelapisan sosial merupakan ulah kelompok elit masyarakat atas yang berusaha mempertahankan dominasinya.
Kingsley Davis dan Wilbert Moore, pelopor pendekatan fungsionalis menyatakan bahwa stratifikasi dibutuhkan demi kelangsungan hidup masyarakat yang membutuhkan berbagai jenis pekerjaan. Tanpa adanya stratifikasi ini, masyarakat tidak akan terangsang untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan sulit atau pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan proses yang lama dan mahal.
Sedangkan pendekatan konflik yang dipelopori Karl Marx berpandangan bahwa adanya pelapisan sosial bukan sebagai hasil dari konsensus (semua anggota masyarakat menyetujui dan membutuhkan hal itu), melainkan karena mereka masyarakat terpaksa menerima perbedaan karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk menentangnya.
Marx sering mengungkapkan bahwa stratifikasi sosial merupakan bentuk penindasan suatu kelas tinggi kepada kelas yang lebih rendah. Menurutnya, di dalam masyarakat kapitalis, para pemiliki sarana produksi (kelas atas) melakukan tekanan dan pemaksaan kontrol kepada kelas buruh yang posisinya lebih rendah.

2.    Hubungan Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial
a.    Golongan Sosial dan Tingkat Pendidikan
Menurut penelitian, terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang ditempuhnya. Meskipun tingkat pendidikan sosial seseorang tidak bisa sepenuhnya diramalkan melalui kedudukan sosialnya, namun pendidikan sosial yang tinggi sejalan dengan kedudukan sosial yang tinggi pula.
Anak golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan studinya hingga ke perguruan tinggi. Sedangkan orang golongan tinggi cenderung menginginkan anaknya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi. Hal tersebut terjadi karena faktor biaya pendidikan yang tergolong mahal.

b.   Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan
Golongan sosial juga menentukan jenis pendidikan yang dipilih oleh orang tua siswa. Umumnya, anak-anak yang orang tuanya mampu, cenderung menyekolahkan anaknya di sekolah menengah umum sebagai persiapan studi di universitas. Sedangkan orang tua yang memiliki keterbatasan keuangan, cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Dapat diduga bahwa sekolah kejuruan lebih banyak menampung siswa golongan rendah daripada golongan tinggi. Karena itulah dapat timbul pendapat bahwasanya status sekolah umum lebih tinggi daripada sekolah kejuruan. Siswa sendiri cenderung lebih memilih sekolah menengah umum daripada sekolah kejuruan. Sekalipun sekolah kejuruan dapat memberikan jaminan yang lebih baik untuk langsung terjun di lapangan pekerjaan.

c.    Mobilitas Sosial dan Pendidikan
Dalam sistem stratifikasi sosial terbuka (opened social stratification), seseorang dapat melakukan perpindahan dari status rendah ke status tinggi maupun sebaliknya. Perpindahan status ini disebut dengan mobilitas sosial.
Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk melakukan mobilitas sosial tersebut. Pendidikan dipandang sebagai sebuah kesempatan untuk beralih dari suatu golongan ke golongan yang lebih tinggi. Pendidikan secara merata memberi kesamaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah.
Menurut Beteille, pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat berharga karena dapat memberikan akses untuk jabatan dengan bayaran yang lebih baik. Banyak contoh yang dapat diamati tentang seseorang yang statusnya meningkat berkat pendidikan yang ditempuhnya. Pada jaman penjajahan Belanda misalnya, orang yang mampu menyelesaikan pendidikannya di HIS (Hollands-Indlandsche School) mempunyai harapan untuk menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Terlebih jika ia berhasil lulus MULO (Meer Uitgebreid Lager Oderwijs), AMS (Algemene Middlebare School), atau perguruan tinggi, maka semakin besar peluangnya mendapatkan kedudukan yang baik dan masuk golongan sosial menengah atas.
Di samping itu, ada juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi mobilitas sosial di bidang pendidikan.
1)   Faktor guru. Para guru dapat mendorong anak didiknya untuk meningkatkan status sosialnya melalui prestasi yang tinggi. Guru tersebut juga dapat menjadi model mobilitas sosial berkat usahanya belajar sungguh-sungguh sehingga kedudukannya meningkat. Sebaliknya, guru juga dapat menghambat proses mobilitas sosial apabila guru memandang rendah dan tidak yakin akan kemampuan anak-anak golongan bawah.
2)   Faktor sekolah. Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status sosial anak-anak golongan bawah. Di sekolah memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang sama, mempelajari buku yang sama, diajar oleh guru yang sama, bahkan berpakaian seragam yang sama dengan anak golongan tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar