Stratifikasi Sosial
-->
a. Pengertian
Stratifikasi Sosial
Secara etimologi stratifikasi sosial berasal dari dua kata yaitu stratifikasi dan sosial.
Kata stratifikasi berasal dari bahasa latin yaitu stratum (jamaknya: strata)yang berarti lapisan atau tingkat masyarakat. Senada dengan pengertian tersebut, Tesaurus
Bahasa Indonesia juga mengartikan stratifikasi sebagai pelapisan atau
penjenjangan.
Kata sosial dalam Kamus
Oxford Advanced Learner’s Dictionary, berasal dari katasocial yang
artinya concerning the organization of and relations between people and
communities. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial adalah
sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat.
Sedangkan secara
terminologi, stratifikasi sosial artinya pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat atas dasar kekuasaan, hak-hak istimewa dan
prestise.
Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai
perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara
bertingkat (hierarki).Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan
orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan dan prestise.
Sedangkan James W. Vander Zanden
mendefinisikan, social stratification is a structured rangking of
individuals and groups-their grading into horizontal layers or strata. Jadi,
stratifikasi adalah struktur tingkat individu dan kelompok yang
digolongkan ke dalam lapisan-lapisan tertentu.
b. Sebab-Sebab Terjadinya
Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang
dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian
keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan
penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan
lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan
masyarakat atau seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi
kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit
atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan
lapisan yang rendah.
Ada dua tipe penyebab
terjadinya stratifikasi sosial, pertama, terjadi dengan
sendirinya, kedua, terjadi secara sengaja. Stratifikasi yang
terjadi dengan sendirinya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa individu sejak
lahir. Misalnya usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan
seseorang dalam masyarakat.
Sedangkan stratifikasi
sosial yang terjadi dengan sengaja
untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang
resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti: pemerintahan, partai
politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.
Beberapa kriteria yang
menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial adalah sebagai berikut.
1) Ukuran
kekayaan
Seseorang yang memiliki
kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut dapat
dilihat melalui ukuran rumah, mobil pribadi, cara berpakaian, dsb.
2) Ukuran
kekuasaan
Seseorang yang memiliki
wewenang terbesar menempati lapisan paling atas. Misalnya saja presiden,
menteri, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, hingga ketua RT.
3) Ukuran
kehormatan
Orang yang paling
disegani dan dihormati biasanya mendapatkan tempat paling tinggi. Ukuran ini
banyak dijumpai pada pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah
golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4) Ukuran
ilmu pengetahuan
Seseorang yang memiliki
derajat pendidikan yang tinggi menempati posisi teratas dalam masyarakat.
Misalnya, seorang sarjana lebih tinggi tingkatannya daripada seorang lulusan
SMA. Akan tetapi, ukuran tersebut kadang menyebabkan terjadinya efek negatif
karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuannya yang menjadi ukuran, melainkan
ukuran gelar kesarjanaannya.
Ukuran-ukuran diatas
tidaklah bersifat limitatif. Masih banyak ukuran-ukuran lain yang dapat
digunakan untuk menentukan stratifikasi sosial masyarakat.
c. Sifat Stratifikasi
Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat
dari sifatnya, pelapisan sosial dibedakan menjadi
sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem
pelapisan sosial campuran.
1) Stratifikasi Sosial
Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana
anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas (perpindahan) dari satu
lapisan ke lapisan sosial yang lain. Dalam sistem ini, satu-satunya kemungkinan
untuk masuk pada status tinggi dan terhormat dalam masyarakat adalah karena
kelahiran atau keturunan.
Contoh:
- Sistem
kasta di
India. Kaum Sudra tidak
bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
- Rasialis.
Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan
di posisi kulit putih.
2) Stratifikasi Sosial
Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena
mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan
mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal.Setiap orang memiliki
kesempatan berusaha untuk menaikkan, menurunkan, maupun menstabilkan statusnya.
Contoh:
- Seorang
miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
- Seorang
yang rendah
tingkat pendidikannya dapat memperoleh pendidikanyang lebih tinggi dengan usaha yang gigih.
3) Stratifikasi Sosial
Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan
kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali
berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia
pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka ia harus
menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
d. Macam-macam
Stratifikasi Sosial
Jeffris dan Ransford
berpendapat bahwasanya stratifikasi sosial di dalam masyarakat terbagi menjadi
tiga macam, yaitu:
1) Hierarki
Kelas (Class Hierarchies), yaitu stratifikasi yang didasarkan pada
penguasaan barang atau jasa. Di Indonesia, masyarakat digolongkan menjadi
beberapa kategori yaitu kategori kaya, menengah, dan miskin. Hal tersebut
mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). BPS
selalu mengeluarkan batasan perbedaan pendapatan per kapita per tahun, dan
dibedakan anatara wilayah pedesaan dengan perkotaan. Menurut BPS, kemiskinan
adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar,
baik makanan maupun non makanan. Standar tersebut disebut dengan garis
kemiskinan. Di Jawa Timur misalnya, pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin
tercatat meningkat dari 19,53% (6,8 juta jiwa) menjadi 20,34% (7,1 juta jiwa).
2) Hierarki
Kekuasaan (Power Hierarchies), yaitu stratifikasi yang didasarkan pada
kekuasaan seseorang dalam suatu masyarakat. Yang dimaksud engan kekuasaan
adalah kemampuan untuk mepengaruhi individu-individu lain dan mepengaruhi
pmbuatan keputusan kolektif. Menurut Gaetano Mosca, di dalam suatu masyarakat
selalu terdapat dua kelas penduduk yaitu kelas yang menguasai dan kelas yang
dikuasai. Kelas pertama yang jumlahnya selalu lebih kecil bertugas menjalankan
semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang
diberikan oleh kekuasaan tersebut. Sedangkan kelas kedua yang jumlahnya jauh
lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas yang pertama.
3) Hierarki
Status (Status Hierarchies), yaitu stratifikasi yang didasarkan pada
pembagian kehormatan dan status sosial. Stratifikasi dalam bentuk ini membagi
masyarakat ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok masyarakat yang disegani atau
terhormat dan kelompok masyarakat biasa. Kelompok masyarakat yang menduduki
posisi terhormat biasanya memiliki gaya hidup yang eksklusif. Biasanya
diwujudkan dalam bentuk pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang
statusnya lebih rendah. Di lingkungan kerajaan yang berdarah biru lazimnya
menganggap suatu hal yang menyimpang bila ada anggota keltarganya yang menikah
dengan orang biasa. Di Inggris pernah terjadi polemik ketika Pangeran Charles
yang mewarisi tahta kerajaan Inggris memilih menikah dengan Putri Diana yang
berasal dari kalangan rakyat biasa.
e. Unsur-unsur
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial
terdiri dari dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur yang memiliki arti penting bagi
sistem sosial.
1) Kedudukan
(Status)
Status sosial menurut Ralph Linton adalah
sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam
masyarakatnya. Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan
lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status
sosialnya rendah.
Ada tiga macam status
sosial dalam masyarakat:
a) Ascribed
Status
Ascribed status adalah tipe status yang
didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan,
suku, usia, dan lain sebagainya.Misalnya, kedudukan seorang anak bangsawan
adalah bangsawan pula, seorang kasta Brahmana juga akan memperolah kedudukan
yang sama. Contoh lainnya yaitu kedudukan laki-laki yang lebih tinggi daripada
perempuan dalam suatu keluarga.
b) Achieved
Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat seseorang karena kerja keras dan usaha yang
dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti harta
kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. Status pekerjaan,
misalnya sebagai dokter, dosen, buruh, dll, sangat menentukan status seseorang
dalam masyarakat. Begitu juga dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuh
seseorang. Seorang sarjana tentu dipandang lebih tinggi statusnya dari pada
orang yang hanya lulus sekolah dasar. Hal itu merupakan hasil dari usaha keras
yang telah dilakukannya.
c) Assigned
Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh
seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi
diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang
yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya. Dalam hal ini,
kesalehan seseorang dalam beragama termasuk di dalamnya. Jika seseorang
memiliki pengetahuan agama yang dalam, maka ia akan memiliki status yang lebih
tinggi di masyarakat.
2) Peranan
(Role)
Sedangkan peran sosial merupakan aspek yang lebih dinamis
dibandingkan dengan kedudukan. Status sosial merupakan unsur statis yang
menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peran lebih menjurus
pada fungsi seseorang dalam masyarakat. Meskipun demikian, keduanya tak dapat
dipisahkan karena satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
Berdasarkan cara
memperolehnya, peranan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Peranan
bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis,
bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, ketua RT, dan
sebagainya.
b) Peranan
pilihan (achieve roles), yaitu peranan yang diperoleh atas keputusannya
sendiri, misalnya seseorang memutuskan untuk memilih Fakultas Tarbiyah UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Berdasarkan
pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Peranan
yang diharapkan (expected roles), yaitu cara ideal dalam pelaksanaan
peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan tersebut
dilaksanakan secernat-cermatnya dan tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan
seperti yang telah ditentukan. Misalnya, peranan hakim, diplomatik, dan
sebagainya.
b) Peranan
yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan
tersebut dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih dinamis, dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.
Suatu peranan dapat
membimbing seseorang dalam berperilaku, karena peran dapat berfungsi
sebagai, pertama, memberi arah pada proses sosialisasi. Kedua,
pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai, norma, dan pengetahuan. Ketiga,
dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat. Keempat, menghidupkan
sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
f. Mobilitas
Sosial
Dalam sosiologi,
mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial. Menurut
Haditono, yang dimaksud mobilitas sosial ialah perpindahan seseorang atau
sekelompok orang dari kedudukan satu ke kedudukan yang lain. Mobilitas
vertikal mengacu pada mobilitas ke atas atau ke bawah dalam stratifikasi
sosial. Contoh mengenai mobilitas sosial individu ialah perubahan status
seseorang dari seorang tukang menjadi seorang dokter.
Pitirim A. Sorokin
menyatakan bahwa mobilitas sosial secara vertikal dapat dilakukan melalui
beberapa hal, yaitu angkatan bersenjata, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan,
organisasi politik, dan organisasi ekonomi.
Dalam keadaan perang di
mana setiap negara menghendaki kemenangan maka jasa seorang prajurit akan
dihargai dalam masyarakat. Bisa jadi status prajurit tersebut naik, bahkan
memperoleh kekuasaan dan wewenang.
Melalui lembaga
pendidikan seseorang dapat mengubah statusnya menjadi status yang lebih tinggi.
Sedangkan melalui lembaga keagamaan, seseorang yang memiliki kedalaman agama
dinilai lebih tinggi statusnya daripada yang tidak. Seseorang yang pandai
berorganisasi dalam dunia politik dapat menaikkan statusnya melalui
partisipasinya sebagai anggota DPR. Adapun melalui organisasi ekonomi,
perusahaan barang maupun jasa memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
menaikkan statusnya, karena organisasi ini sifatnya relatif terbuka.
g. Pandangan
tentang Stratifikasi Sosial
Ada dua pendapat mengenai
pentingnya keberadaan stratifikasi sosial. Para penganut pendekatan
fungsionalis biasanya menganggap bahwa stratifikasi sosial merupakan hal yang
penting bagi kelangsungan sistem sosial. Hal tersebut bertolak belakang dengan
penganut pendekatan konflik yang menyatakan bahwa timbulnya pelapisan sosial
merupakan ulah kelompok elit masyarakat atas yang berusaha mempertahankan
dominasinya.
Kingsley Davis dan
Wilbert Moore, pelopor pendekatan fungsionalis menyatakan bahwa stratifikasi
dibutuhkan demi kelangsungan hidup masyarakat yang membutuhkan berbagai jenis
pekerjaan. Tanpa adanya stratifikasi ini, masyarakat tidak akan terangsang
untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan sulit atau pekerjaan-pekerjaan yang
membutuhkan proses yang lama dan mahal.
Sedangkan pendekatan
konflik yang dipelopori Karl Marx berpandangan bahwa adanya pelapisan sosial
bukan sebagai hasil dari konsensus (semua anggota masyarakat menyetujui dan
membutuhkan hal itu), melainkan karena mereka masyarakat terpaksa menerima
perbedaan karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk menentangnya.
Marx sering mengungkapkan
bahwa stratifikasi sosial merupakan bentuk penindasan suatu kelas tinggi kepada
kelas yang lebih rendah. Menurutnya, di dalam masyarakat kapitalis, para
pemiliki sarana produksi (kelas atas) melakukan tekanan dan pemaksaan kontrol
kepada kelas buruh yang posisinya lebih rendah.
2. Hubungan
Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial
a. Golongan
Sosial dan Tingkat Pendidikan
Menurut penelitian,
terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat
pendidikan yang ditempuhnya. Meskipun tingkat pendidikan sosial seseorang tidak
bisa sepenuhnya diramalkan melalui kedudukan sosialnya, namun pendidikan sosial
yang tinggi sejalan dengan kedudukan sosial yang tinggi pula.
Anak golongan rendah
kebanyakan tidak melanjutkan studinya hingga ke perguruan tinggi. Sedangkan
orang golongan tinggi cenderung menginginkan anaknya untuk menyelesaikan
pendidikan tinggi. Hal tersebut terjadi karena faktor biaya pendidikan yang
tergolong mahal.
b. Golongan
Sosial dan Jenis Pendidikan
Golongan sosial juga
menentukan jenis pendidikan yang dipilih oleh orang tua siswa. Umumnya,
anak-anak yang orang tuanya mampu, cenderung menyekolahkan anaknya di sekolah
menengah umum sebagai persiapan studi di universitas. Sedangkan orang tua yang
memiliki keterbatasan keuangan, cenderung memilih sekolah kejuruan bagi
anaknya. Dapat diduga bahwa sekolah kejuruan lebih banyak menampung siswa
golongan rendah daripada golongan tinggi. Karena itulah dapat timbul pendapat
bahwasanya status sekolah umum lebih tinggi daripada sekolah kejuruan. Siswa
sendiri cenderung lebih memilih sekolah menengah umum daripada sekolah
kejuruan. Sekalipun sekolah kejuruan dapat memberikan jaminan yang lebih baik
untuk langsung terjun di lapangan pekerjaan.
c. Mobilitas
Sosial dan Pendidikan
Dalam sistem stratifikasi
sosial terbuka (opened social stratification), seseorang dapat
melakukan perpindahan dari status rendah ke status tinggi maupun sebaliknya.
Perpindahan status ini disebut dengan mobilitas sosial.
Pendidikan merupakan
salah satu jalan untuk melakukan mobilitas sosial tersebut. Pendidikan
dipandang sebagai sebuah kesempatan untuk beralih dari suatu golongan ke
golongan yang lebih tinggi. Pendidikan secara merata memberi kesamaan dasar
pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah.
Menurut Beteille,
pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat berharga karena dapat memberikan
akses untuk jabatan dengan bayaran yang lebih baik. Banyak contoh yang
dapat diamati tentang seseorang yang statusnya meningkat berkat pendidikan yang
ditempuhnya. Pada jaman penjajahan Belanda misalnya, orang yang mampu
menyelesaikan pendidikannya di HIS (Hollands-Indlandsche School) mempunyai
harapan untuk menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat.
Terlebih jika ia berhasil lulus MULO (Meer Uitgebreid Lager Oderwijs),
AMS (Algemene Middlebare School), atau perguruan tinggi, maka
semakin besar peluangnya mendapatkan kedudukan yang baik dan masuk golongan
sosial menengah atas.
Di samping itu, ada juga
beberapa faktor lain yang mempengaruhi mobilitas sosial di bidang pendidikan.
1) Faktor
guru. Para guru dapat mendorong anak didiknya untuk meningkatkan status
sosialnya melalui prestasi yang tinggi. Guru tersebut juga dapat menjadi model
mobilitas sosial berkat usahanya belajar sungguh-sungguh sehingga kedudukannya
meningkat. Sebaliknya, guru juga dapat menghambat proses mobilitas sosial
apabila guru memandang rendah dan tidak yakin akan kemampuan anak-anak golongan
bawah.
2) Faktor
sekolah. Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status sosial
anak-anak golongan bawah. Di sekolah memiliki hak yang sama dalam memperoleh
pendidikan yang sama, mempelajari buku yang sama, diajar oleh guru yang sama,
bahkan berpakaian seragam yang sama dengan anak golongan tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar